Stockholm Itu Apa

Stockholm Itu Apa

Diagnosis Stockholm Syndrome

Psikiater biasanya dapat mendiagnosis Stockholm syndrome dari tanya jawab dengan pasien. Beberapa pertanyaan yang akan ditanyakan psikiater untuk menetapkan diagnosis kondisi ini adalah:

Cara membuat server Discord

Berikut ini cara untuk gabung atau membuat server baru di Discord, di antaranya:

Komplikasi Stockholm Syndrome

Jika tidak segera diatasi, korban sindrom ini berpotensi mengalami komplikasi emosional dan psikologis yang serius. Salah satu komplikasi utamanya adalah post-traumatic stress disorder (PTSD).

Nah, PTSD membuat korbannya mengalami kilas balik, mimpi buruk, dan kecemasan berlebih yang berkepanjangan. Selain itu, pengidap sindrom mungkin juga mengalami penurunan harga diri.

Rasa percaya diri mereka sering terkikis oleh trauma yang mereka alami, ditambah dengan kebingungan emosional terkait perasaan positif mereka terhadap pelaku.

Kondisi ini juga dapat menyebabkan masalah trust issue (kesulitan untuk mempercayai orang lain), di mana korban menjadi sangat skeptis atau waspada terhadap orang-orang di sekitar mereka.

Hal ini bisa menghambat kemampuan korban untuk membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Trauma yang tidak diobati juga dapat memengaruhi kesehatan mental korban dalam jangka panjang.

Akibatnya, korban berisiko mengalami depresi, kecemasan, dan isolasi sosial.

Cara Mendiagnosis Stockholm Syndrome

American Psychiatric Association tidak secara resmi mengakui atau memasukkan sindrom ini sebagai suatu kondisi penyakit atau gangguan kesehatan mental tertentu.  Hal ini dikarenakan belum ada penelitian pasti terkait kondisi ini.

Namun, semua penyedia layanan kesehatan memahami perilaku yang dihasilkan dari situasi traumatis. Kriteria untuk PTSD atau gangguan stres akut dan beberapa perawatan kerapkali serupa dengan sindrom stockholm.

Pembinaan Olahraga

Terlibat dalam olahraga adalah salah satu cara untuk membangun keterampilan dalam berelasi. Sayangnya, beberapa dari hubungan yang terbangun lewat pembinaan olahraga pada akhirnya berakhir negatif.

Teknik pelatihan yang keras bisa menjadi kasar. Atlet mungkin mengatakan pada diri sendiri bahwa perilaku pelatih mereka adalah untuk kebaikan mereka sendiri. Ini pada akhirnya dapat menjadi bentuk sindrom Stockholm.

Konseling dan terapi

Pendekatan utama dalam mengobati stockholm syndrome adalah melalui konseling psikologis dengan psikiater atau psikolog.

Terapi kognitif-perilaku (CBT) juga dilakukan untuk membantu korban memahami dan mengatasi perasaannya terhadap pelaku. Terapi ini bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku negatif yang berkembang selama situasi traumatis.

Dalam beberapa kasus, korban mungkin juga diberikan obat-obatan tertentu untuk mengatasi gejala kecemasan, depresi, atau stres pasca-trauma.

Obat antidepresan dan obat anti-kecemasan dapat digunakan untuk membantu korban mengelola efek psikologis dari trauma.

Selain terapi formal, korban mungkin memerlukan dukungan dari kelompok sebaya atau keluarga. Dukungan sosial sangat penting untuk membantu korban memulihkan diri dari trauma dan kembali menjalani kehidupan yang normal.

Diagnosis Stockholm Syndrome

Meskipun American Psychiatric Association (APA) tidak secara resmi mengakui stockholm syndrome sebagai gangguan mental yang spesifik, perilaku dan respons sindrom ini mirip sekali dengan trauma psikologis yang ekstrem.

Tidak ada kriteria diagnostik khusus untuk kondisi ini. Sebab, penelitian tentang stockholm syndrome masih terbatas.

Namun, para profesional kesehatan mental mengenali bahwa perilaku yang muncul dalam situasi traumatis, seperti yang ada dalam stockholm syndrome, mirip dengan gejala gangguan stres pasca-trauma (PTSD) atau gangguan stres akut.

Oleh karena itu, diagnosis untuk stockholm syndrome sering mengacu pada evaluasi gejala PTSD dan reaksi trauma lainnya.

Pencegahan Stockholm Syndrome

Sayangnya, tidak ada cara yang pasti untuk mencegah sindrom stockholm, mengingat kondisi ini berkembang sebagai respons terhadap trauma ekstrem, seperti penculikan atau kekerasan fisik dan mental.

Karena sindrom ini merupakan respons psikologis  yang tidak dapat diprediksi, tindakan pencegahan cenderung sulit dilakukan.

Stockholm syndrome juga tidak terbatas hanya pada korban penculikan. Orang yang mengalami pelecehan fisik atau emosional dalam hubungan pribadi atau lingkungan kerja juga dapat mengembangkan perasaan serupa terhadap pelaku.

Menyadari atau memahami tanda-tanda awal dan mencari respon yang cepat terhadap trauma bisa membantu mengurangi risiko berkembangnya sindrom ini. Meski begitu, hal ini tidak sepenuhnya dapat dicegah.

Faktor Risiko Stockholm Syndrome

Beberapa faktor yang dapat menempatkan kondisi seseorang mengalami Stockholm Syndrome adalah:

Penyebab Stockholm Syndrome

Sejauh ini para peneliti tidak tahu pasti penyebab mengapa beberapa tawanan mengembangkan sindrom ini sedangkan yang lain tidak.

Bisa jadi keberadaan sindrom ini sebagai teknik coping nenek moyang peradaban masa lalu.

Di mana pada situasi tertentu, tawanan membangun ikatan emosional dengan penculiknya untuk meningkatkan peluang bertahan hidup.

Teori lain menyebutkan bahwa situasi tawanan atau pelecehan sangat emosional. Korban bisa “terpaksa” menyesuaikan perasaan dengan pelaku untuk mengamankan keselamatannya.

Ketika tidak disakiti oleh pelakunya, korban mungkin merasa bersyukur dan bahkan memandang pelakunya sebagai orang yang penuh belas kasihan.